TUJUH mahasiwa Universitas Yarsi, Jakarta, yang tersesat di Gunung Salak, Jawa Barat segera memperoleh bantuan dan bisa diselamatkan. Penyelamatan tersebut bermula saat seorang pendaki yang terjebak badai langsung mengabarkan hal tersebut melalui pesan singkat SMS. Fakta tersebut cukup menjadi bukti bahwa begitu besar manfaat teknologi telekomunikasi untuk menyelematkan nyawa manusia.

Tak lama berselang, enam mahasiswa dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, juga tersesat di Gunung Merapi (3/2), Jawa Tengah. Dengan kepayahan, mereka akhirnya dapat bertemu warga desa terdekat dan meminta bantuan.


Meskipun berhasil diselamatkan, dua kejadian yang masih hangat itu tentu menambah daftar panjang para pendaki Indonesia yang pernah hilang di gunung. Dan kedua peristiwa ini telah menjadi catatan yang membuka lembaran kelam dunia pendakian Indonesia di tahun 2009.

Sebuah pelajaran tersendiri buat mereka yang akrab dengan hobi ini. Selain soal telah menyalahi aturan dalam musim pendakian, pelajaran yang tentu bisa diambil dari peristiwa ini adalah persiapan manajemen perjalanan khususnya menyangkut kesiapan kemampuan navigasi personil pendaki ketika menghadapi atau terjebak cuaca buruk.

Adalah hal wajib bagi seorang pendaki gunung memiliki bekal kemampuan navigasi (peta-kompas). Menghadapi jalur pendakian normal atau malah jalur baru, bekal inilah yang akan menuntun pendaki menjalankan pendakiannya dengan baik. Meskipun kadang "belok" dari rute yang sudah direncanakan, setidaknya pendaki berkemampuan navigasi yang baik tidak akan tersesat.

Dengan ketinggian hanya 2.211 meter di atas permukaan laut (mdpl), puncak Gunung Salak I bukan gunung yang sulit untuk didaki, baik oleh pendaki pemula ataupun profesional. Tak ubahnya dengan Gunung Gede (2.958 mdpl), Gunung Salak seringkali dijadikan lokasi menempa berbagai macam latihan dasar hidup di alam bebas, mulai dari latihan navigasi, SAR (Search & Rescue), survival dan banyak lagi. Tak jarang, Gunung Salak pun banyak dijadikan sebagai ajang rekreasi short trip berupa "pendakian Sabtu-Minggu".

Pertanyaannya, cukupkah bekal kemampuan dasar navigasi hanya dengan peta kompas ketika kondisi sang pendaki tengah terjebak cuaca buruk seperti yang dialami oleh para pendaki Yarsi? Jawabannya tentu saja cukup. Tetapi, apakah itu efektif dan efisien? Bukankah melakukan apapun dalam pendakian sebaiknya seefektif dan seefisien mungkin, apalagi di tengah cuaca buruk?

Tinggal Klik


Pemanfaatan teknologi Global Positioning System (GPS) kiranya dapat menjadi jawaban atas pertanyaan di atas. Memang, GPS itu hanya alat bantu navigasi, sebab justeru yang terpenting adalah ilmu navigasinya, sehingga berbekal peta dan kompas saja sudah cukup. Tetapi, ketika bicara efisiensi, efektifitas, dan bahkan sebagai standar of procedure bernavigasi ketika dihantam cuaca buruk, GPS sebetulnya sangat diperlukan.

Ya, dengan GPS seorang pendaki tidak perlu susah membuka peta dan mengambil kompas di kepala ranselnya hanya untuk mencocokkan posisinya di tengah hujan-angin. Tidak perlu lagi mengambil altimeter dan mencocokkan posisi ketinggian si pendaki dengan bentang alam sekitar. Semua sudah ada di GPS, tinggal klik!

Ketika mendadak turun kabut, angin kencang yang menghalangi penglihatan, seorang pendaki mudah tersesat dari jalur yang sudah diplotnya di awal pendakian. Namun Jika mereka punya GPS, jalan malam sekalipun mereka masih mempunyai panduan yg lebih jelas.

Bagi seorang pendaki, GPS merupkan sistem radio navigasi berbasis satelit yang penting dipahami. Benda ini akan secara konstan menginformasikan beragam data berbentuk kode-kode yang memungkinkan seorang pendaki pemula sekalipun bisa dengan mudahnya mengetahui posisi, bentukan bentng alam, ketinggian, dan waktu dengan mengukur jarak pendaki dengan satelit.

Ya, satelit-satelit GPS yang secara terus-menerus mengelilingi bumi dalam waktu 12 jam akan selalu mengirimkan sinyalnya ke sebuah alat yang disebut receiver GPS si penggunanya. Dengan software pada perangkat receiver itu, pendaki dapat mengetahui jarak satelit GPS tersebut dari receiver dengan memanfaatkan kode-kode digital (pseudoranges).

Jadi, begitu si pendaki membuka GPS dan mengaktifkan receiver-nya, secara otomatis GPS receiver bakal melacak satelit-satelit yang berada di atasnya, yang sinyalnya mampu diterima dengan baik. Nah, berkat receiver inilah pendaki bisa mengetahui posisinya selama berada di hutan gunung melakukan pendakian.

Sampai saat ini, GPS terus mengalami perkembangan mulai dari merek dan kecanggihannya. Hanya, yang umum dipakai di Indonesia adalah Garmin dari seri 60 atau 76. Keduanya terbilang sudah merupakan ukuran lumayan untuk fungsi navigasi dalam pendakian gunung.

Garmin 60CSx yang terbilang sebagai GPS genggam paling bandel dan tahan banting ini, misalnya. Sangat cocok buat para pendaki mengingat GPS ini sudah dilengkapi dengan kompas digital dan altimeter barometrik sebagai tambahan fitur yang tentu sangat berguna untuk mengobok-obok hutan gunung lebat.

Sebagai versi regenerasi GPS gengam Garmin seri 60CS, GPS ini telah di-upgrade dengan fitur-fitur yang penting bagi navigasi pendakian seperti Chipset SiRFstar III dan memori eksternal. Chipset SiRFstar III menjadikannya unggul pada kecepatan proses data dan akuisisi.

Berkat Chip ini pula, pendaki bisa memakai sinyal hasil pantulan pada benda keras. Meskipun sinyal hasil pantulan kerap menghasilkan nilai eror yang tinggi, kecanggihan SiRFstar III yang dilengkapi algoritma khusus ini bisa meminimalisasi persoalan eror tadi. Lantaran menggunakan SiRFstar III sebagai chipset-nya, GPS ini pun dapat digunakan pada areal yang ternaungi sekalipun.

Sementara itu, ihwal memori eksternal di dalamnya merupakan keunggulan lain yang juga perlu diketahui oleh para pendaki. Ya, GPS ini tidak lagi bergantung pada memori internal, karena memiliki sendiri slot kartu memori jenis micro SD. Inilah yang akan membuat seorang pendaki bisa lebih leluasa menyimpan data-data peta, rute, ataupun track dengan jumlah yang hampir tidak dibatasi.

Jadi, besarnya kapasitas ini memori ini bisa menyimpan rute perjalanan yang panjang. Hal ini akan berguna jika seketika hilang jalan. Tinggal klik, masuk ke back-track aja kan. Rute awal atau yang sebelumnya pun muncul. Tak peduli cuaca buruk sekalipun, demi bisa tetap bernavigasi di tengah cuaca yang tidak bersahabat, fitur water proof GPS ini akan menjadi hal penting yang bakal membuat pendaki perlu memilihnya sebagai pemandu perjalanan.

Bahkan ponsel kelas menengah pun saat ini telah banyak yang dilengkapi GPS. Meski fitur standar, paling tidak dengan kemampuan menunjukkan posisi koordinat, peluang untuk diselamatkan lebih besar.

Namun, GPS saja tak cukup karena dalam kondisi darurat pendaki juga perlu bantuan. Radio komunikasi paling handal tentu melalui walkie talkie. Namun, layanan telekomunikasi seluler ternyata telah menjangkau sejumlah gunung dan perbukitan. Dengan kemajuan teknologi GPS dan SMS kelihatannya menjadi kebutuhan wajib bagi pendaki.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

no sara...